BAB II
PEMBAHASAN
ILMU NUZULUL QUR’AN
- Pengertian Nuzulul Qur’an
Menurut Al-Raghib Al-Isfahaniy, kata Nuzul
berarti al-inhidar
min ‘ulwi ila asfal, meluncur atau turun dari atas kebawah. Nuzul
dalam pengertian ini dapat di jumpai dalam QS. Al-Baqarah ayat 22.
Menurut Al-Zarqani, kata Nuzul diungkapkan dalam penuturanya
yang lain untuk pengertian perpindahannya sesuatu dari atas kebawah. Lebih dari
itu, Nuzul berarti bergeraknya sesuatu dari atas kebawah. Pengertian tersebut
tidak tepat atau tidak lazim bagi pengertian Nuzulul Qur’an.
Secara istilah ilmu nuzulul qur’an adalah suatu ilmu yang mengkaji
tentang turunnya Al-Qur’an, berasal dari Allah Yang Maha Mulia dan transenden,
kepada manusia-dalam hal ini Nabi-yang penuh dengan sifat kemanusiannya dan
suasana manusiawi pula.[1]
- Sejarah Turunnya Al-Qur’an
Allah menurunkan Al-Qur’an kepada Rasulullah SAW untuk dijadikan
petunjuk kepada umat manusia. Mula-mula turunnya Al-Qur’an itu pada malam
Lailatul Qadar, yang disampaikan oleh malaikat Jibril untuk dijadikan petunjuk bagi
umat nabi Muhammad SAW. Sehingga dengan risalah tersebut, umat nabi Muhammad
menjadi sebaik-baiknya umat.
Al-Qur’an diturunkan melalui dua proses. Yang pertama,
diturunkan sekaligus. Kemudian yang kedua diturunkan secara berangsur-angsur
dari malaikat Jibril kepada Rasulullah SAW.
Pertama, turun sekaligus pada malam Lailatul Qadar.
Diturunkan kepada Baitul Izzah langit dunia.[2] Kedua, turun dari langit dunia ke bumi bercerai-berai dalam masa dua
puluh tiga tahun. Imam Quthubiy menukil dari Muqatil bin Hayun, turunnya
Al-Qur’an itu sekaligus dari Lauhul Mahfudz ke Baitul Izzah langit dunia.[3]
Dikatakan oleh Suyuthiy, bahwa rahasia turunnya Al-Qur’an
secara sekaligus ke langit dunia adalah untuk memuliakan kedudukannya.
Al-Qur’an adalah kitab terakhir yang diturunkan kepada Rasul yang terakhir
pula. Untuk memuliakan umat yang hidup pada akhir zaman.[4]
Setelah diturunkan pada langit dunia, malaikat Jibril
menurunkannya ke dalam hati Rasulullah SAW. Turunnya Al-Qur’an itu secara
berangsur-angsur dalam masa duapuluh tiga tahun. Tigabelas tahun diantaranya
diturunkan di Mekkah dan sepuluh tahun di Madinah. Al-Qur’an diturunkan secara
berangsur-angsur agar supaya Rasulullah SAW dapat membacakan perlahan-lahan
kepada umat manusia.[5]
Beberapa hikmah Al-Qur’an
diturunkan secara berangsur-angsur diantaranya adalah sebagai berikut:[6]
1. Guna mempermudah
penghafalan Al-Qur’an terutama di masa-masa awal Islam yang belum mengenal
pembukuan.
2. Dalam rangka
meneguhkan/memperkokoh keyakinan hati nabi Muhammad SAW dalam melaksanakan
tugas berat dan menghadapi berbagai macam tantangan.
3. Supaya ajaran-ajaran
Al-Qur’an lebih mudah dipahami dan diamalkan.
4. Agar nabi tidak merasa
berat dalam menyampaikan dan mengajarkan Al-Qur’an kepada para sahabatnya
5. Penurunan Al-Qur’an yang
disesuaikan dengan permasalahan yang timbul dan kasus yang dihadapi, tentu akan
lebih membekas daripada penurunan yang tidak disesuaikan dengan peristiwa atau
pertanyaan yang ada.
6. Penurunan Al-Qur’an secara
berangsur-angsur ternyata juga mermberikan ilham yang sangat besar untuk
membaca, memahami dan mempelajari Al-Qur’an dengan sistem tadrij
(berangsur-angsur).
- Ayat Pertama Pertama dan Terakhir Diturunkan
Ayat yang pertama kali diturunkan kepada Rasulullah SAW menurut pendapat
yang kuat adalah surat Al-‘Alaq ayat 1 sampai 5.
اختلف في أول ما نزل من
القرآن على أقوال أحدها وهو الصحيح "إقرأ باسم ربك" وهذا ثابت في
الصحيحين وغيرهما فعن عائشة رضي الله عنها؛ أنها قالت: أول مابدئ به رسول الله ص.م
من الوحي الرؤيا الصالحة في النوم. فكان لايرى رؤيا إلا جاءت مثل فلق الصبح ثم حبب
إليه ببب الخلاء وكان يخلو و بغار رحراء فيتحنثث فيه (وهو التعبد) الليالي ذوات
العدد، قبل أينزع إلى أهله ويتزود لذلك ثم يرجع إلى خديجة فتزود لمثلها حتى جاءه
الحق في غار حراء فجاءه الملك فقال: إقرأ . قال رسول الله ص.م قلت:ما أنابقارئ
فأخذني فغطني حتى بلغ مني الجهد، ثم أرسلني فقال: إقرأ.قلت:ما أنا بقارئ فأخذني
فغطني الثانية حتى بلغ مني الجهد ثم أرسلني فقال:إقرأ. قلت: ماأنا بقارئ. فأخذني
فغطني الثالثة ثم أرسلني فقال: [بإقرأ باسم ربك الذي خلق. خلق الإنسان من علق. إقرأ وربك الأكرم] وفي بعض
الروايات حتى بلغ ما لم. الحديث بطوله.[7]
‘Aisyah
mengatakan, Awal pertama Rasulullah SAW menerima wahyu berupa mimpi shadiq di
waktu tidurnya. Tidak pernah beliau bermimpi yang seperti itu selama ini.
Datang kepadanya seperti falak di waktu subuh. Sesudah itu beliau ingin hendak
bersunyi-sunyi diri. Maka pergilah beliau ke Hira’. Disini dia bersemedi
beberapa malam. Dan untuk itu beliau menyediakan perbekalan. Sesudah itu beliau
kembali ke Khadijah. Oleh Khadijah dipersiapkan perbekalan seperti yang
pertama. Demikianlah sampai turunnya wahyu. Di waktu itu beliau sedang berada
di gua Hira’. Datang kepadanya malaikat. Kata malaikat itu, “Bacalah.”
Kata Rasul, “Aku tidak bisa membaca.” Maka diambilnya aku
dan dirangkulnya kuat-kuat sehingga aku
kepayahan. Sesudah itu aku dilepaskannya kembali, seraya berkata, “Bacalah.”
Kataku, “Aku tidak bisa membaca” aku dirangkulnya untuk kedua kalinya sehingga
aku kepayahan. Sesudah itu aku dilepaskannya kembali, seraya berkata,
“Bacalah.” Kataku, “Aku tidak bisa membaca.” Lantas aku dirangkulnya untuk
ketiga kalinya sehingga aku kepayahan. Sesudah itu dilepaskannya kembali,
seraya berkata, ”Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha
Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan pena. Dia mengajar kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya.” Sesudah itu dengan tubuh gemetar
Rasulullah kembali ke rumahnya.
Setelah turunnya wahyu pertama yaitu iqra’ waktu berada di
gua Hira’, kemudian Rasulullah SAW kembali kepada Khadijah dan meminta agar
Rasulullah diselimuti. Kemudian di rumah Khadijah inilah Allah menurunkan ayat
surat Al- Mudatsir yang artinya, “Hai orang yanag berselimut, bangunlah, maka
beri berilah peringatan.” Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ayat pertaman
yang diturunklan untuki kenabian adalah Al-‘Alaq 1-5. sesudah itu turunlah ayat
untuk kerasulan nabi Muhammad yaitu Al-Mudatsir.[8]
Ayat terakhir yang turun adalah menurut imam As-Suyuti
dalam Al-Itqan dalam menetapkan akhir ayat diturunkan ada perselisihan ulama.
Di dalam kitab itu beliau sebut beberapa riwayat, dan yang paling rajih dalam
beberapa riwayat itu ialah riwayat An-Nasa’i dari jalan Ikrimah dari Ibnu
Abbas,[9] ujarnya penghabisan ayat Al-Qur’an ialah :
واتَّقوا يومًا ترجعون فيه
إلى الله. (البقرة: 281)
“Dan
peliharalah dirimu (azab yang
terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. (Al-Baqarah: 281)”
Ayat ini turun 9 hari sebelum wafatnya Rasulullah. Pendapat ini
sesuai dengan ittifaq ulama’ terhadap kekalnya turun wahyu sesudah haji wada’
sehingga wafat Rasul.
- Makna Nuzulul Qur’an dengan Sab’atu Ahrufin
Pada masa Jahiliyah, bangsa Arab mempunyai beberapa bahasa,
mempunyai beberapa ejaan, beberapa macam bunyi kalimat. Diantara bahasa-bahasa
itu, bahasa kaum Quraisy menjadi bahasa yang mayoritas dipakai. Maka bahasa
Quraisy itu menjadi ibu dari bahasa mereka itu.
Orang Arab itu berbeda-beda ejaannya dalam suatu arti.
Al-Qur’an yang diwahyukan kepada Rasulullah SAW menyempurnakan arti i’jaz yang
tidak seorangpun sanggup menandinginya. Setelah huruf-hurufnya itu dikumpulkan maka
dibentuklah bacaannya. Yang demikian itu memudahkan bagi orang membaca,
menghafal dan memahaminya. Menurut hadits yang mutawatir, Al-Qur’an itu
diturunkan atas tujuh huruf. Diantara hadits yang menerangkannya itu ialah
hadits dari Ibnu Abbas RA, berkata, Rasulullah SAW pernah bersabda, “Jibril
membacakan kepadaku atas satu huruf. Aku berjalan kaki kembali kepadanya.
Jibril itu selalu menambahnya sampai berhenti pada tujuh huruf.” (HR. Bukhari).[10]
Menurut kebanyakan ulama, bahwa yang dimaksud dengan huruf
yang tujuh itu ialah tujuh bahasa dari bahasa-bahasa Arab tentang suatu arti.
Ada segolongan orang yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan huruf yang tujuh
itu ialah bahasa Arab yang terdiri dari tujuh bahasa yang digabung menjadi
satu, yaitu bahasa Quraisy, Hazil, Tsaqif, Hawazin, Kinanah, Tamun dan Yaman.
Sedangkan menurut Abu Hatim Sajatsani, Al-Qur’an itu diturunkan dengan bahasa
Quraisy, Hazil, Tamim, Azad, Rabi’ah, Hawazin dan bahasa Sa’ad bin Abu Bakar.[11]
Pada masa khalifah Utsman bin Affan, dia melakukan tarjih,
dan usahanya ini merupakan pisau tajam yang memotong perbedaan dalam segi
bacaan. Orang mengadakan ijma’ itu
hanya dalam memecahkan masalah memakai satu huruf saja. Ini disetujui oleh para
sahabat dan sidang ijma’ segera diadakan. Pada zaman Abu Bakar dan Umar,
sahabat-sahabat belum memikirkan untuk mengadakan ijma’ Al-Qur’an itu menurut
bentuk yang dilakukan oleh Utsman. Karena pada masa kedua khalifah ini belum
terjadi perbedaan pendapat seperti apa yang terjadi pada masa Utsman. Dengan
inilah Utsman menyetujui masalah yang benar ini menghindarkan perbedaan pendapat,
mengumpulkan kata dan melegakan perasaan.[12]
BAB III
KESIMPULAN
Secara istilah ilmu nuzulul qur’an adalah suatu ilmu yang mengkaji
tentang turunnya Al-Qur’an, berasal dari Allah Yang Maha Mulia dan transenden,
kepada manusia-dalam hal ini Nabi-yang penuh dengan sifat kemanusiannya dan
suasana manusiawi pula.
Al-Qur’an diturunkan melalui dua proses. Yang pertama,
diturunkan sekaligus. Kemudian yang kedua diturunkan secara berangsur-angsur
dari malaikat Jibril kepada Rasulullah SAW. Pertama, turun sekaligus
pada malam Lailatul Qadar. Diturunkan kepada Baitul Izzah langit dunia. Kedua, turun dari langit
dunia ke bumi bercerai-berai dalam masa dua puluh tiga tahun. Imam Quthubiy
menukil dari Muqatil bin Hayun, turunnya Al-Qur’an itu sekaligus dari Lauhul
Mahfudz ke Baitul Izzah langit dunia.
Beberapa hikmah Al-Qur’an diturunkan secara
berangsur-angsur diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Guna
mempermudah penghafalan Al-Qur’an terutama di masa-masa awal Islam yang belum
mengenal pembukuan.
2.
Dalam rangka
meneguhkan/memperkokoh keyakinan hati nabi Muhammad SAW dalam melaksanakan tugas
berat dan menghadapi berbagai macam tantangan.
3.
Supaya
ajaran-ajaran Al-Qur’an lebih mudah dipahami dan diamalkan.
4.
Agar nabi
tidak merasa berat dalam menyampaikan dan mengajarkan Al-Qur’an kepada para
sahabatnya.
5.
Penurunan
Al-Qur’an yang disesuaikan dengan permasalahan yang timbul dan kasus yang
dihadapi, tentu akan lebih membekas daripada penurunan yang tidak disesuaikan
dengan peristiwa atau pertanyaan yang ada.
6.
Penurunan
Al-Qur’an secara berangsur-angsur ternyata juga mermberikan ilham yang sangat
besar untuk membaca, memahami dan mempelajari Al-Qur’an dengan sistem tadrij
(berangsur-angsur).
Ayat yang pertama kali diturunkan kepada Rasulullah SAW menurut pendapat
yang kuat adalah surat Al-‘Alaq ayat 1 sampai 5. Dan ayat yang terakhir turun adalah surat Al-Baqarah ayat 281. Ayat ini turun 9 hari sebelum wafatnya Rasulullah. Pendapat ini sesuai
dengan ittifaq ulama’ terhadap kekalnya turun wahyu sesudah haji wada’ sehingga
wafat Rasul.
Makna nuzulul Qur’an dengan sab’atu
ahrufin menurut kebanyakan ulama, bahwa yang dimaksud
dengan huruf yang tujuh itu ialah tujuh bahasa dari bahasa-bahasa Arab tentang
suatu arti. Ada segolongan orang yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan
huruf yang tujuh itu ialah bahasa Arab yang terdiri dari tujuh bahasa yang
digabung menjadi satu, yaitu bahasa Quraisy, Hazil, Tsaqif, Hawazin, Kinanah,
Tamun dan Yaman. Sedangkan menurut Abu Hatim Sajatsani, Al-Qur’an itu
diturunkan dengan bahasa Quraisy, Hazil, Tamim, Azad, Rabi’ah, Hawazin dan
bahasa Sa’ad bin Abu Bakar.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Amin Suma, Muhammad. Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an 1, Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2000
Ibnu Alwi, Muhammad Al-Maliki
Al-Hasani. Zubdatul Itqan Fii ‘Ulumil Qur’an. Jedah: Dar al-Syuruq. 1986
M. Yusuf, Kadar. Studi Alqur’an. Jakarta:
Amzah. 2010
Quthan, Al-Mana’. Pembahasan Ilmu Al-Qur’an I.
Jakarta: PT Rineka Cipta. 1998
0 komentar:
Posting Komentar