Rabu, 25 September 2013

Sejarah Nuzulul Qur'an

BAB II
PEMBAHASAN
ILMU NUZULUL QUR’AN

  1. Pengertian Nuzulul Qur’an
Menurut Al-Raghib Al-Isfahaniy, kata Nuzul berarti al-inhidar min ‘ulwi ila asfal, meluncur atau turun dari atas kebawah. Nuzul dalam pengertian ini dapat di jumpai dalam QS. Al-Baqarah ayat 22.
Menurut Al-Zarqani, kata Nuzul diungkapkan dalam penuturanya yang lain untuk pengertian perpindahannya sesuatu dari atas kebawah. Lebih dari itu, Nuzul berarti bergeraknya sesuatu dari atas kebawah. Pengertian tersebut tidak tepat atau tidak lazim bagi pengertian Nuzulul Qur’an.
Secara istilah ilmu nuzulul qur’an adalah suatu ilmu yang mengkaji tentang turunnya Al-Qur’an, berasal dari Allah Yang Maha Mulia dan transenden, kepada manusia-dalam hal ini Nabi-yang penuh dengan sifat kemanusiannya dan suasana manusiawi pula.[1]

  1. Sejarah Turunnya Al-Qur’an
Allah menurunkan Al-Qur’an kepada Rasulullah SAW untuk dijadikan petunjuk kepada umat manusia. Mula-mula turunnya Al-Qur’an itu pada malam Lailatul Qadar, yang disampaikan oleh malaikat Jibril untuk dijadikan petunjuk bagi umat nabi Muhammad SAW. Sehingga dengan risalah tersebut, umat nabi Muhammad menjadi sebaik-baiknya umat.
Al-Qur’an diturunkan melalui dua proses. Yang pertama, diturunkan sekaligus. Kemudian yang kedua diturunkan secara berangsur-angsur dari malaikat Jibril kepada Rasulullah SAW.
Pertama, turun sekaligus pada malam Lailatul Qadar. Diturunkan kepada Baitul Izzah langit dunia.[2] Kedua, turun dari langit dunia ke bumi bercerai-berai dalam masa dua puluh tiga tahun. Imam Quthubiy menukil dari Muqatil bin Hayun, turunnya Al-Qur’an itu sekaligus dari Lauhul Mahfudz ke Baitul Izzah langit dunia.[3]
Dikatakan oleh Suyuthiy, bahwa rahasia turunnya Al-Qur’an secara sekaligus ke langit dunia adalah untuk memuliakan kedudukannya. Al-Qur’an adalah kitab terakhir yang diturunkan kepada Rasul yang terakhir pula. Untuk memuliakan umat yang hidup pada akhir zaman.[4]
Setelah diturunkan pada langit dunia, malaikat Jibril menurunkannya ke dalam hati Rasulullah SAW. Turunnya Al-Qur’an itu secara berangsur-angsur dalam masa duapuluh tiga tahun. Tigabelas tahun diantaranya diturunkan di Mekkah dan sepuluh tahun di Madinah. Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur agar supaya Rasulullah SAW dapat membacakan perlahan-lahan kepada umat manusia.[5]
Beberapa hikmah Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur diantaranya adalah sebagai berikut:[6]
1.      Guna mempermudah penghafalan Al-Qur’an terutama di masa-masa awal Islam yang belum mengenal pembukuan.
2.      Dalam rangka meneguhkan/memperkokoh keyakinan hati nabi Muhammad SAW dalam melaksanakan tugas berat dan menghadapi berbagai macam tantangan.
3.      Supaya ajaran-ajaran Al-Qur’an lebih mudah dipahami dan diamalkan.
4.      Agar nabi tidak merasa berat dalam menyampaikan dan mengajarkan Al-Qur’an kepada para sahabatnya
5.      Penurunan Al-Qur’an yang disesuaikan dengan permasalahan yang timbul dan kasus yang dihadapi, tentu akan lebih membekas daripada penurunan yang tidak disesuaikan dengan peristiwa atau pertanyaan yang ada.
6.      Penurunan Al-Qur’an secara berangsur-angsur ternyata juga mermberikan ilham yang sangat besar untuk membaca, memahami dan mempelajari Al-Qur’an dengan sistem tadrij (berangsur-angsur).

  1. Ayat Pertama Pertama dan Terakhir Diturunkan
Ayat yang pertama kali diturunkan kepada Rasulullah SAW menurut pendapat yang kuat adalah surat Al-‘Alaq ayat 1 sampai 5.
اختلف في أول ما نزل من القرآن على أقوال أحدها وهو الصحيح "إقرأ باسم ربك" وهذا ثابت في الصحيحين وغيرهما فعن عائشة رضي الله عنها؛ أنها قالت: أول مابدئ به رسول الله ص.م من الوحي الرؤيا الصالحة في النوم. فكان لايرى رؤيا إلا جاءت مثل فلق الصبح ثم حبب إليه ببب الخلاء وكان يخلو و بغار رحراء فيتحنثث فيه (وهو التعبد) الليالي ذوات العدد، قبل أينزع إلى أهله ويتزود لذلك ثم يرجع إلى خديجة فتزود لمثلها حتى جاءه الحق في غار حراء فجاءه الملك فقال: إقرأ . قال رسول الله ص.م قلت:ما أنابقارئ فأخذني فغطني حتى بلغ مني الجهد، ثم أرسلني فقال: إقرأ.قلت:ما أنا بقارئ فأخذني فغطني الثانية حتى بلغ مني الجهد ثم أرسلني فقال:إقرأ. قلت: ماأنا بقارئ. فأخذني فغطني الثالثة ثم أرسلني فقال: [بإقرأ باسم ربك الذي خلق. خلق الإنسان من علق. إقرأ وربك الأكرم] وفي بعض الروايات حتى بلغ ما لم. الحديث بطوله.[7]
‘Aisyah mengatakan, Awal pertama Rasulullah SAW menerima wahyu berupa mimpi shadiq di waktu tidurnya. Tidak pernah beliau bermimpi yang seperti itu selama ini. Datang kepadanya seperti falak di waktu subuh. Sesudah itu beliau ingin hendak bersunyi-sunyi diri. Maka pergilah beliau ke Hira’. Disini dia bersemedi beberapa malam. Dan untuk itu beliau menyediakan perbekalan. Sesudah itu beliau kembali ke Khadijah. Oleh Khadijah dipersiapkan perbekalan seperti yang pertama. Demikianlah sampai turunnya wahyu. Di waktu itu beliau sedang berada di gua Hira’. Datang kepadanya malaikat. Kata malaikat itu, “Bacalah.”
Kata Rasul, “Aku tidak bisa membaca.” Maka diambilnya aku dan  dirangkulnya kuat-kuat sehingga aku kepayahan. Sesudah itu aku dilepaskannya kembali, seraya berkata, “Bacalah.” Kataku, “Aku tidak bisa membaca” aku dirangkulnya untuk kedua kalinya sehingga aku kepayahan. Sesudah itu aku dilepaskannya kembali, seraya berkata, “Bacalah.” Kataku, “Aku tidak bisa membaca.” Lantas aku dirangkulnya untuk ketiga kalinya sehingga aku kepayahan. Sesudah itu dilepaskannya kembali, seraya berkata, ”Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan pena. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” Sesudah itu dengan tubuh gemetar Rasulullah kembali ke rumahnya.
Setelah turunnya wahyu pertama yaitu iqra’ waktu berada di gua Hira’, kemudian Rasulullah SAW kembali kepada Khadijah dan meminta agar Rasulullah diselimuti. Kemudian di rumah Khadijah inilah Allah menurunkan ayat surat Al- Mudatsir yang artinya, “Hai orang yanag berselimut, bangunlah, maka beri berilah peringatan.” Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ayat pertaman yang diturunklan untuki kenabian adalah Al-‘Alaq 1-5. sesudah itu turunlah ayat untuk kerasulan nabi Muhammad yaitu Al-Mudatsir.[8]
Ayat terakhir yang turun adalah menurut imam As-Suyuti dalam Al-Itqan dalam menetapkan akhir ayat diturunkan ada perselisihan ulama. Di dalam kitab itu beliau sebut beberapa riwayat, dan yang paling rajih dalam beberapa riwayat itu ialah riwayat An-Nasa’i dari jalan Ikrimah dari Ibnu Abbas,[9] ujarnya penghabisan ayat Al-Qur’an ialah :
واتَّقوا يومًا ترجعون فيه إلى الله. (البقرة: 281)

“Dan peliharalah dirimu (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. (Al-Baqarah: 281)”
Ayat ini turun 9 hari sebelum wafatnya Rasulullah. Pendapat ini sesuai dengan ittifaq ulama’ terhadap kekalnya turun wahyu sesudah haji wada’ sehingga wafat Rasul.

  1. Makna Nuzulul Qur’an dengan Sab’atu Ahrufin
Pada masa Jahiliyah, bangsa Arab mempunyai beberapa bahasa, mempunyai beberapa ejaan, beberapa macam bunyi kalimat. Diantara bahasa-bahasa itu, bahasa kaum Quraisy menjadi bahasa yang mayoritas dipakai. Maka bahasa Quraisy itu menjadi ibu dari bahasa mereka itu.
Orang Arab itu berbeda-beda ejaannya dalam suatu arti. Al-Qur’an yang diwahyukan kepada Rasulullah SAW menyempurnakan arti i’jaz yang tidak seorangpun sanggup menandinginya. Setelah huruf-hurufnya itu dikumpulkan maka dibentuklah bacaannya. Yang demikian itu memudahkan bagi orang membaca, menghafal dan memahaminya. Menurut hadits yang mutawatir, Al-Qur’an itu diturunkan atas tujuh huruf. Diantara hadits yang menerangkannya itu ialah hadits dari Ibnu Abbas RA, berkata, Rasulullah SAW pernah bersabda, “Jibril membacakan kepadaku atas satu huruf. Aku berjalan kaki kembali kepadanya. Jibril itu selalu menambahnya sampai berhenti pada tujuh huruf.” (HR. Bukhari).[10]
Menurut kebanyakan ulama, bahwa yang dimaksud dengan huruf yang tujuh itu ialah tujuh bahasa dari bahasa-bahasa Arab tentang suatu arti. Ada segolongan orang yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan huruf yang tujuh itu ialah bahasa Arab yang terdiri dari tujuh bahasa yang digabung menjadi satu, yaitu bahasa Quraisy, Hazil, Tsaqif, Hawazin, Kinanah, Tamun dan Yaman. Sedangkan menurut Abu Hatim Sajatsani, Al-Qur’an itu diturunkan dengan bahasa Quraisy, Hazil, Tamim, Azad, Rabi’ah, Hawazin dan bahasa Sa’ad bin Abu Bakar.[11]
Pada masa khalifah Utsman bin Affan, dia melakukan tarjih, dan usahanya ini merupakan pisau tajam yang memotong perbedaan dalam segi bacaan. Orang mengadakan ijma’ itu hanya dalam memecahkan masalah memakai satu huruf saja. Ini disetujui oleh para sahabat dan sidang ijma’ segera diadakan. Pada zaman Abu Bakar dan Umar, sahabat-sahabat belum memikirkan untuk mengadakan ijma’ Al-Qur’an itu menurut bentuk yang dilakukan oleh Utsman. Karena pada masa kedua khalifah ini belum terjadi perbedaan pendapat seperti apa yang terjadi pada masa Utsman. Dengan inilah Utsman menyetujui masalah yang benar ini menghindarkan perbedaan pendapat, mengumpulkan kata dan melegakan perasaan.[12]











BAB III
KESIMPULAN

Secara istilah ilmu nuzulul qur’an adalah suatu ilmu yang mengkaji tentang turunnya Al-Qur’an, berasal dari Allah Yang Maha Mulia dan transenden, kepada manusia-dalam hal ini Nabi-yang penuh dengan sifat kemanusiannya dan suasana manusiawi pula.
Al-Qur’an diturunkan melalui dua proses. Yang pertama, diturunkan sekaligus. Kemudian yang kedua diturunkan secara berangsur-angsur dari malaikat Jibril kepada Rasulullah SAW. Pertama, turun sekaligus pada malam Lailatul Qadar. Diturunkan kepada Baitul Izzah langit dunia. Kedua, turun dari langit dunia ke bumi bercerai-berai dalam masa dua puluh tiga tahun. Imam Quthubiy menukil dari Muqatil bin Hayun, turunnya Al-Qur’an itu sekaligus dari Lauhul Mahfudz ke Baitul Izzah langit dunia.
Beberapa hikmah Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Guna mempermudah penghafalan Al-Qur’an terutama di masa-masa awal Islam yang belum mengenal pembukuan.
2.      Dalam rangka meneguhkan/memperkokoh keyakinan hati nabi Muhammad SAW dalam melaksanakan tugas berat dan menghadapi berbagai macam tantangan.
3.      Supaya ajaran-ajaran Al-Qur’an lebih mudah dipahami dan diamalkan.
4.      Agar nabi tidak merasa berat dalam menyampaikan dan mengajarkan Al-Qur’an kepada para sahabatnya.
5.      Penurunan Al-Qur’an yang disesuaikan dengan permasalahan yang timbul dan kasus yang dihadapi, tentu akan lebih membekas daripada penurunan yang tidak disesuaikan dengan peristiwa atau pertanyaan yang ada.
6.      Penurunan Al-Qur’an secara berangsur-angsur ternyata juga mermberikan ilham yang sangat besar untuk membaca, memahami dan mempelajari Al-Qur’an dengan sistem tadrij (berangsur-angsur).
Ayat yang pertama kali diturunkan kepada Rasulullah SAW menurut pendapat yang kuat adalah surat Al-‘Alaq ayat 1 sampai 5. Dan ayat yang terakhir turun adalah surat Al-Baqarah ayat 281. Ayat ini turun 9 hari sebelum wafatnya Rasulullah. Pendapat ini sesuai dengan ittifaq ulama’ terhadap kekalnya turun wahyu sesudah haji wada’ sehingga wafat Rasul.
Makna nuzulul Qur’an dengan sab’atu ahrufin menurut kebanyakan ulama, bahwa yang dimaksud dengan huruf yang tujuh itu ialah tujuh bahasa dari bahasa-bahasa Arab tentang suatu arti. Ada segolongan orang yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan huruf yang tujuh itu ialah bahasa Arab yang terdiri dari tujuh bahasa yang digabung menjadi satu, yaitu bahasa Quraisy, Hazil, Tsaqif, Hawazin, Kinanah, Tamun dan Yaman. Sedangkan menurut Abu Hatim Sajatsani, Al-Qur’an itu diturunkan dengan bahasa Quraisy, Hazil, Tamim, Azad, Rabi’ah, Hawazin dan bahasa Sa’ad bin Abu Bakar.


BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Amin Suma, Muhammad. Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an 1, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000
Ibnu Alwi,  Muhammad Al-Maliki Al-Hasani. Zubdatul Itqan Fii ‘Ulumil Qur’an. Jedah: Dar al-Syuruq. 1986
M. Yusuf, Kadar. Studi Alqur’an. Jakarta: Amzah. 2010
Quthan, Al-Mana’. Pembahasan Ilmu Al-Qur’an I. Jakarta: PT Rineka Cipta. 1998





[1] Kadar M. Yusuf, Studi AlQur’an, (Jakarta: Amzah, 2010) hlm 16
[2] Mana’ul Quthan, Pembahasan Ilmu Al-Qur’an I, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1998) hlm 115
[3] Ibid, hlm 116
[4] Ibid
[5] Ibid hlm 118
[6] Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an 1, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000) hlm 46-47
[7] Muhammad bin Alwi Al-Maliki Al-Hasani, Zubdatul Itqan Fii ‘Ulumil Qur’an, (Jedah: Dar al-Syuruq) hlm 15
[8] Mana’ul Quthan, Pembahasan Ilmu Al-Qur’an I, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1998) hlm 72
[9] Ibid, hlm 75
[10] Mana’ul Quthan, Pembahasan Ilmu Al-Qur’an I, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1998) hlm 172
[11] Ibid, hlm 174
[12] Ibid, hlm 185

0 komentar:

Posting Komentar

About

Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Foto Saya
Saya hanyalah orang biasa yang belum banyak memiliki pengalaman. Saya Tidak Lebih Baik dari Anda.

Search