BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sistem Pendidikan Islam di Indonesia sudah berkembang sejak
abad-abad pertama Islam masuk ke Indonesia (sekitar 614 M), sebagaimana
diuraikan oleh Thomas Arnold dalam bukunya The Preaching of Islam.
Seperti halnya di negara-negara lain, sistem pendidikan Islam dalam
perkembangannya sangat dipengaruhi oleh aliran atau paham keislaman (paham
Ahlus-Sunnah Wal Jama’ah, Mu’tazilah, ajaran Abul Hasan Al-Asy’ari, dan
Tasawuf), maupun oleh keadaan dan perkembangan sistem pendidikan Barat.
Pengaruh sistem pendidikan Barat terhadap sistem pendidikan Islam
terbukti mengakibatkan tidak hanya pendidikan Islam tidak lagi berorientasi
sepenuhnya pada tujuan Islam (yaitu untuk membentuk manusia taqwa yang
melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan Allah SWT) tetapi
juga tidak mencapai tujuan pendidikan Barat yang bersifat sekuler.
Sementara sistem pendidikan Islam modern berada pada taraf ambivalensi
(saling bertentangan), sistem pendidikan “tradisional” seperti pesantren makin
merasakan adanya kekurangan dalam program pendidikannya. Artinya, mereka
merasakan adanya kekurangefektifan untuk melahirkan ahli-ahli ilmu Agama,
sedangkan dibidang muamalah (ibadah dalam arti luas) yang mencakup penguasaan
berbagai disiplin ilmu dan keterampilan seolah-olah merupakan kekhususan
garapan sistem pendidikan sekular.[1]
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan sistem pendidikan Islam?
2.
Bagaimana
sebab dan tujuan sistem pendidikan Islam ?
3.
Apa
saja komponen (struktur) sistem pendidikan Islam?
C.
Tujuan
Pembahasan
1.
Untuk
mengetahui arti sistem pendidikan Islam.
2.
Untuk
mengetahui tujuan sistem pendidikan Islam.
3.
Untuk
mengetahui komponen (struktur) sistem pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sistem
Pendidikan Islam
1.
Pengertian
sistem
Sistem bukanlah “cara” atau “metode” seperti yang banyak dikatakan
orang. Cara hanyalah bagian kecil dari sistem. Sistem berasal dari bahasa
inggris “system” yang berarti susunan. Jadi sistem bisa diartikan sebagai
susunan suatu cara atau pola yang berurutan atau saling berhubungan satu sama
lain tentang suatu hal untuk mencapai tujuan tertentu.[2]
2.
Pengertian
pendidikan
Secara etimologi berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu “paedagogie”
yang berarti pendidikan. Pendidikan dalam UU No. 20 Th. 2003 tentang SISDIKNAS
bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[3]
3.
Pengertian
Islam
Islam adalah agama Allah yang diturunkan pada Nabi Muhammad SAW
kepada umatnya.
Jadi, Sistem Pendidikan Islam adalah sustu cara dalam pemberian
ilmu atau pembelajaran kepada murid-murid tentang ilmu-ilmu Islam. Lebih tegas
lagi bahwa dalam sistem pendidikan Islam hanya membahas tentang tata cara
pengajaran yang diajarkan oleh Islam. Dari cara yang klasik hingga cara yang
modern.
4.
Sistem
pendidikan Islam gaya baru
Sistem pendidikan Islam hendaknya memadukan pendekatan normatif
deduktif yang bersumber pada sistem nilai yang mutlak, yaitu Al-Qur’an,
As-Sunnah, dan hukum Allah yang terdapat dalam alam semesta dengan pendekatan deskriptif-induktif
yang dapat melestarikan aspirasi umat dan peningkatan budaya bangsa sesuai
dengan cita-cita kemerdekaan dengan perumusan program pendidikan yang
didasarkan pada konsep variabilitas. Yang dimaksud dengan proses variabilitas
adalah suatu proses perumusan tujuan dan penyusunan kurikulum atau silabus yang
didasarkan pada kepentingan lulusan yang bervariasi.
Penggunaan metode kerja dengan pendekatan ini mengandung arti
memperbaiki bahkan mengganti metode kerja lama yang umumnya menggunakan
hipotesis defisit, yaitu suatu anggapan adanya kekurangan jika diukur oleh
budaya lain tertentu, sehingga perbaikan sebuah kurikulum umpamanya, baik
penambahan mata pelajaran, susunan, penahapan, dan bobotnya terlepas dari
tujuan institusionalnya.
Hal seperti itu dapat ditelusuri dengan adanya perkembangan sistem
pendidikan islam yang lembaga pendidikannya berbentuk pesantren dan
berorientasi pada tujuan institusional. Tujuan yang dimaksud antara lain,
terciptanya ahli ilmu agama, menjadi madrasah yang orientasinya bergeser pada
penguasaan ilmu-ilmu umum sebagai tujuan sekundernya atau tujuan minornya,
kemudian berkembang lagi menjadi sekolah Islam yang tujuan institusional
primernya atau tujuan mayornya adalah penguasaan ilmu-ilmu umum sedangkan
ilmu-ilmu agama menjadi tujuan sekundernya.[4]
B.
Sebab
diperbaruinya sistem pendidikan Islam
Sistem pendidikan Islam mengalami perubahan sejalan dengan
perubahan zaman dan pergeseran kekuasaan di Indonesia. Kejayaan Islam yang
mengalami kemunduran sejak jatuhnya Andalusia kini mulai bangkit kembali dengan
munculnya gerakan pembaruan Islam. Sejalan dengan itu pemerintah jajahan
belanda mulai mengandalkan sistem pendidikan formal yang lebih sistematis dan
teratur. Yang mulai menarik kaum muslimin untuk memasukinya. Oleh karena itu,
sistem pandidikan Islam di masjid-masjid, mushola atau tempat semacamnya,
dipandang tidak lagi memadai dan perlu diperbarui dan disempurnakan. Jadi,
keinginan untuk membenahi, memperbaharui, dan menyempurnakan sistem pendidikan
Islam disebabkan oleh duahal, sebagai berikut :
1.
Semakin
banyaknya kaum muslimin yang bisa menunaikan ibadah haji ke Mekkah dan belajar
agama di sana, maka setelah pulang kembali ke tanah air timbullah keinginan
untuk mempraktekkan cara-cara penyelenggaraan pendidikan pengajaran Islam
seperti di Mekkah, yang pada waktu itu Islam mulai bangkit kembali.
2.
Pengaruh
sistem pendidikan Barat yang mempunyai program lebih terkoordinir dan
sistematis yang ternyata telah berhasil mencetak manusia terampil dan terdidik
yang semakin jauh dari ajaran Islam.
Dengan
membawa pemikiran-pemikiran baru, Islam ke Indonesia dan usaha mengejar
ketinggalan di bidang pendidikan dan pengajaran, maka orientasi pendidikan dan
pengajaran agama Islam di Indonesia mengalami perubahan. Apabila semula tujuan
pokok dari pendidikan Islam adalah agar anak-anak dapat membaca Al-Qur’an dan
mengetahui pokok-pokok ajaran Islam yang perlu dilaksanakan sehari-hari seperti
shalat, puasa, zakat, dan lain-lain, maka dengan pikiran baru ini disamping
materi-materi pokok tersebut diatas juga dipentingkan pemberian alat untuk
mempelajari agama Islam dari sumbernya yaitu Al-Qur’an dan Hadits.
Ilmu
alat yang dimaksud adalah bahasa Arab. Dengan menguasai bahasa arab, orang akan
dapat menggali ajaran-ajaran Islam dari sumbernya sehingga dapat mengembangkan
agama Islam dengan cara yang lebih baik.[5]
C.
Komponen
(Struktur) Sistem Pendidikan Islam
1.
Dasar
pendidikan islam
Dalam pelaksanaannya, dasar pendidikan Islam di Indonesia adalah Al-Qur’an
dan As-Sunnah (hukum tertulis), hukum yang tidak tertulis, serta hasil
pemikiran manusia tentang hukum-hukum tersebut antara lain seperti Pancasila,
Undang-Undang Dasar ’45, serta ketentuan pelaksanaannya.
2.
Tujuan
Pendidikan Islam
Program pendidikan Islam berkembang terus sebagaimana dilambangkan
oleh perkembangan lembaga pesantren, muncul madrasah, kemudian muncul lagi
sekolah Islam, bahkan muncul perguruan tinggi Islam. Pada pesantren, madrasah
dan sekolah Islam, ajaran Islam tetap secara prinsip dipertahankan, meskipun
dalam beberapa hal, antara lain, bobot jam pelajarannya sebagian mesti
diserahkan pada mata pelajaran ilmu umum atau keterampilan.
Dengan kata lain, pendidikan Islam harus berorientasi ke masa yang
akan datang (futuristik) karena sesungguhnya “anak didik” masa kini adalah
“bangsa” yang akan datang. Bandingkan dengan hadits yang berbunyi: “Didiklah anak-anak
kamu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zaman mereka sendiri.
Dengan demikian, usaha pendidikan Islam diperuntukkan dalam hal:
a.
Pembinaan
ketakwaan dan akhlakul karimah yang dijabarkan dalam pembinaan kompetensi enam
rukun iman dan lima rukun Islam dan multi aspek keihsanan.
b.
Mempertinggi
kecerdasan dan kemampuan anak didik.
c.
Memajukan
ilmu pengetahuan dan teknologi beserta manfaat dan aplikasinya.
d.
Meningkatkan
kualitas hidup.[6]
e.
Memelihara,
mengembangkan, dan meningkatkan kebudayaan dan lingkungan.
f.
Memperluas
pandangan hidup sebagai manusia yang komunikatif terhadap keluarganya,
masyarakatnya, bangsanya, sesama manusia, dan makhluk lainnya.
3.
Fungsi
Pendidikan Islam
Umat Islam, khususnya uamt Islam di Indonesia, pada saat ini berada
dalam konteks masyarakat yang merdeka dan dikatakan tengah berada dalam konteks
masyarakat yang sedang membangun, baik pembangunan manusia dengan segala aspek
psikologisnya maupun pembangunan fisik yang menyangkut sarana kehidupan
bernegara, ekonomi, pertahanan, pendidikan dan sarana kehidupan lainnya. Aspek
psikologis manusia itu meliputi aspek keimanan, rasa tanggung jawab, sikap
musyawarah dan sikap kebersamaan antar manusia, serta keahlian dan keterampilan
kualitatif yang dapat direntangkan mulai dari tugas-tugas kepemimpinan,
perencanaan, dan pelaksanaan. Dengan kata lain, pendidikan Islam di indonesia
hendaknya mempertegas programnya dengan :
a.
Pendekatan
nilai-nilai universal atau pendekatan makro, yaitu suatu program yang
dijabarkan dalam kurikulum yang dapat melaksanakan proses internalisasi nilai
pada anak didik yang menyadarkannya bahwa dia berada dalam kaitan dan tanggung
jawab sebagai hamba Allah SWT yang harus berbakti kepada-NYA dan melaksanakan
perintah-NYA serta sebagai hamba Allah yang mempunyai kewajiban terhadap sesama
manusia dan makhluk lainnya.
b.
Pendekatan
meso, yaitu suatu program pendidikan yang memiliki kurikulum yang memberikan
informasi dan kompetensi kepada anak didik dalam membina umatnya dan bangsanya
serta mampu membina rasa tanggung jawab terhadap negara dan lingkungannya.
c.
Pendekatan
ekso, yaitu suatu program pendidikan yang memberikan kebijaksanaan kepada anak
didik untuk membudayakan nilai-nilai kebenaran agama Islam, baik melalui
kemampuan analisis mengenai sifat, peranan, akibat tentang berbagai
kemungkinan.
d.
Pendekatan
mikro, yaitu suatu program pendidikan yang membina kemampuan, kecakapan, dan
keterampilan seseorang sebagai profesional yang mampu mengamalkan ilmu, teori,
dan informasi yang diperoleh dalam kehidupannya sehari-hari. Selain itu, juga
untuk memecahkan masalah yang dihadapi sebagai langkah nyata untuk meningkatkan
kualitas hidup, status, dan peranannya sebagaimana biasanya tergambar dalam
tujuan instruksional, khusus suatu silabus.
4.
Kelembagaan
Pendidikan Islam
Perkembangan kelembagaan pendidikan Islam sebagaimana digambarkan
secara umum pada bagian terdahulu dari tulisan ini secara tersembunyi
menggambarkan adanya pergerseran tujuan pendidikan masyarakat yang pragmatis
dan memaksa pelaksanaan, kalau tidak perumusan pendidikan yang bersifat
meritokratis.
Lembaga pendidikan Islam ditata kembali sehingga program
pendidikannya berorientasi pada pencapaian dan peguasaan kompetisi tertentu,
baik yang berhenti maupun yang bersambung. Oleh karena itu, lembaga tersebut
hendaknya mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
a.
Multiprogram
dan multistrata dan berorientasi pada tujuan perspektif dan kebutuhan
deskriptif.
b.
Setiap
program disusun dengan menggunakan prinsip pemaduan kompetensi kognitif,
efektif, dan “akhlak” (keterikatan kepada perintah Allah dan keikhlasan karena
Allah).
c.
Diversifikasi
program ditata sesuai dengan kebutuhan nyata didalam masyarakat yang
berorientasi pada penampilan perilaku anak didik yang mempunyai rasa tanggung
jawab kepada :
1.
Allah
penciptanya
2.
Dirinya
sebagai hamba Allah sehingga mampu mengembangkan potensinya sampai ketingkat
yang tertinggi (fi ahsani taqwim).
3.
Keluarga
dan masyarakatnya karena pembinaan lingkingan dimulai dari pembinaan setiap
individu anggota lingkungan tersebut sebagaimana halnya pembinaan bangsa
dimulai dari setiap warga negara yang merupakan parameternya.
d.
Memiliki
strata pendidikan keterampilan kejuruan pada tingkat menengah dan strata untuk
program sertifikat atau akta pada tingkat tinggi sebagai pembiasan dari jalur
kajuruan atau spesialisasi.
Dengan kesatuan penyelenggaraan yang menggunakan multiprogram dan
multistrata ini sudah dapat diperkirakan akan tercapainya lulusan pendidikan
yang terarah secara kualitatif sehingga memenuhi kriteria keberhasilan, seperti
relevansi (kesesuaian), konsistensi (tangguh dan kukuh), efisiensi (hemat
cermat), efektif (mencapai sasaran).
5.
Komponen
(Stuktur) Pendidikan Islam
Dengan dasar-dasar pemikiran kelembagaan seperti terurai di atas,
institusi pendidikan Islam akan sanggup memenuhi kebutuhan masyarakat dan
InsyaAllah, akan dapat mengatasi ambivalensi (persimpangan) yang disebabkan
perbedaan kepentingan dan tujuan pendidikan yang terjadi antara kepentingan
yang bersifat material terbatas dengan tujuan komprehensif yang dilandaskan pada
keimanan, keislaman, dan mencakup perilaku muamalah di dunia yang bersifat
mental-spiritual dan fisik-material, baik secara kualitatif maupun secara
kuantitatif.
Struktur pendidikan Islam terdiri atas strata dan program keterampilan
satu sertifikat di samping program ijazah yang biasa. Dengan demikian :
a.
Pada
tingkat atau jenjang dasar atau tingkat awal. Pada tingkat awal proses
pembelajaran dilakukan di surau, langgar, masjid, muapun pondok pesantren.
Jenjang dasar (termasuk Taman Kanak-kanak) sampai jenjang menengah sifat
pendidikan masih satu jalur meskipun mempunyai dua arah atau tujuan.
b.
Pada
tingkat menengah atau tingkat Tsanawiyah, program pendidikan diorientasikan
pada pembinaan manusia muslim dan manusia yang kaya akan informasi.
Pembelajaran dilakukan di masjid maupun sekolah dengan menggunakan kitab.
c.
Pada
tingkat atau jenjang atas (Aliyah), program pendidikan sudah bersifat
multiprogram dan tujuan, yaitu program ijazah dan program keterampilan khusus.
d.
Pada
tingkat tinggi, program pendidikan ditujukan untuk mengisi tenaga ahli suatu
bidang studi yang menjadi pilihan mahasiswa atau santri. Struktur pendidikan terdiri
atas strata dan program yang menggambarkan program keahlian (teori), program
guru, dan program akta mengajar sebagaimana terjabar dibawah ini :
1.
Program
Pendidikan keahlian terdiri atas jenjang :
-
S1
(Sarjana)
-
S2
(Pascasarjana)
-
S3
(Doktor)
2.
Program
Pendidikan Guru :
-
D1
(Sertifikat)
-
D2
(Diploma)
-
S1
(Sarjana)
3.
Program
Akta Mengajar
-
Akta
I adalah guru muda untuk tingkat menengah.
-
Akta
II adalah guru muda untuk tingkat atas.
-
Akta
III adalah guru untuk tingkat atas.
-
Akta
IV adalah dosen untuk tingkat tinggi.
Jalur pendidikan pada dasarnya dikelola dengan satu jalur utama,
yaitu S1. Jalur tersebut kemudian membias ke jalur D dengan tambahan mata
pelajaran tertentu terutama mata kuliah kejuruan (MK). Perpindahan jalur itu
dapat dilakukan atas keinginan sendiri atau karena tidak memenuhi syarat
akademis untuk tetap berada pada jalur S1 (jenjang yang lebih tinggi).
Dari semua pernyataan diatas, kita dapat mengetahui bahwa usaha
penataan kembali sistem pendidikan Islam ini didasarkan pada adanya kenyataan
bahwa lembaga ini masih harus menampung input, baik disebabkan oleh kenyataan
adanya masyarakat Islam meupun oleh kenyataan bahwa lembaga-lembaga pendidikan
yang ada tidak dapat memberi tempat kepada seluruh anak didik yang memerlukan.
Selanjutnya, adalah menjadi kenyataan bahwa ahli-ahli agama Islam semakin
hari semakin dirasakan sangat sedikit jumlahnya dibandingkan dengan rasio
jumlah umat Islam di Indonesia. Sementara semakin terasa juga kenyataan bahwa
pembentukan manusia muslim membutuhkan usaha berlipat ganda karena pertambahan
jumlah penduduk maupun karena semakin derasnya usaha yang tidak sejalan atau
bahkan bertentagan dengan usaha peningkatan keimanan dan keislaman.
Akhirnya disadari bahwa sistem pendidikan Islam, disamping memiliki
kelebihan yang harus dipertahankan, juga banyak hal-hal yang harus diperbaiki,
baik karena adanya tuntutan masyarakat Islam dan perkembangan budaya bangsa
maupun untuk kepentingan relevansi, konsistensi, efisiensi, dan efektifitas
pengelolaan pendidikan demi tercapainya tujuan dan cita-cita kemerdekaan.[7]
D.
Faktor-Faktor
Penyebab Timbulnya Perbedaan Sistem Pendidikan Islam
Dikatakan demikian, karena adanya dua kubu dikalangan cerdik
pandai. Kubu pertama menerima gagasan barat, karena dipandang penting bagi
kemajuan umat Islam. Sementara kubu kedua hanya mau merespon konsep-konsep
spiritual saja. Kedua kubu ini mempunyai alur yang sangat berjauhan. Pertama
disebut sistem pendidikan tradisional. Sistem ini cenderung melahirkan golongan
muslim tradisional. Kedua disebut sistem pendidikan sekuler yang cenderung
melahirkan golongan muslim modern kebarat-baratan. Tentu saja bila hal ini
dibiarkan tidak akan mampu mendukung tata kehidupan umat yang mampu melahirkan
peradaban Islam. Secara umum perbedaan sistem pendidikan di dunia muslim
disebabkan oleh beberapa faktor :
1.
Stagnasi
Pemikiran Islam.
2.
Penjajahan
Barat atas Dunia Muslim.
3.
Modernisasi
atas Dunia Muslim.
Dampak
Negatif dari Perbedaan Sistem Pendidikan Islam :
1.
Munculnya
ambivalensi orientasi pendidikan Islam.
2.
Kesenjangan
antara sistem pendidikan Islam dan ajaran Islam.
3.
Disintegrasi
sistem pendidikan Islam
4.
Inferioritas
para pengasuh lembaga pendidikan Islam.[8]
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Pendidikan yang integral harus melibatkan 3 unsur pelaksana :
1.
Keluarga
2.
Lingkungan
sekolah
3.
Masyarakat
Buruknya pendidikan anak dirumah memberi beban berat kepada
lingkungan sekolah dan menambah keruwetan persoalan di tengah masyarakat.
Sementara situasi masyarakat yang buruk jelas membuat nilai-nilai yang mungkin
sudah berhasil ditanamkan ditengah keluarga dan lingkungan sekolah menjadi
kurang optimal. Apabila pendidikan yang diterima di sekolah juga kurang bagus,
maka lengkaplah kehancuran dari 3 unsur tersebut.
Pendidikan tersebut dalam pandangan sistem pendidikan Islam, semua
unsur pelaksana pendidikan harus memberi pengaruh positif terhadap anak didik
sedemikian sehingga arah dari tujuan pendidikan didukung dan dicapai secara bersama-sama.
B.
Saran
dan Harapan
Saya menyadari bahwa makalah yang saya buat memang jauh dari
sempurna, apabila ada kata atau kalimat yang kurang jelas kami mohon maaf.
Semoga makalah ini dapat berguna bagi kita khususnya dan mahasiswa UNISNU
Jepara pada umumnya. Amiin.
DAFTAR PUSTAKA
Amir Faesal, Jusuf. 1995, Reorientasi Pendidikan Islam,
Jakarta: Gema Insani Press.
Sanjaya, Wina. 2008, Perencanaan dan Desain Sistem
Pembelajaran, Bandung: Kencana Prenada Media Group.
Seluruh Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo, 2001, Paradigma Pendidikan Islam, Semarang: Pustaka Pelajar.
UU No. 20 Tahun 2003.
[1] Prof. DR. Jusuf Amir Faesal, Reorientasi Pendidikan Islam,
(Jakarta:Gema Insani Press,1995) hlm. 115.
[2] Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, M.Pd., Perencanaan dan Desain Sistem
Pembelajaran, (Bandung:Kencana Prenada Media Group,2008). Hlm. 1-2.
[8] Seluruh Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, Paradigma
Pendidikan Islam, (Semarang:Pustaka Pelajar,2001). Hlm.81-88.
0 komentar:
Posting Komentar