Rabu, 18 Desember 2013

Sistem Pendidikan Islam

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Sistem Pendidikan Islam di Indonesia sudah berkembang sejak abad-abad pertama Islam masuk ke Indonesia (sekitar 614 M), sebagaimana diuraikan oleh Thomas Arnold dalam bukunya The Preaching of Islam.
Seperti halnya di negara-negara lain, sistem pendidikan Islam dalam perkembangannya sangat dipengaruhi oleh aliran atau paham keislaman (paham Ahlus-Sunnah Wal Jama’ah, Mu’tazilah, ajaran Abul Hasan Al-Asy’ari, dan Tasawuf), maupun oleh keadaan dan perkembangan sistem pendidikan Barat.
Pengaruh sistem pendidikan Barat terhadap sistem pendidikan Islam terbukti mengakibatkan tidak hanya pendidikan Islam tidak lagi berorientasi sepenuhnya pada tujuan Islam (yaitu untuk membentuk manusia taqwa yang melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan Allah SWT) tetapi juga tidak mencapai tujuan pendidikan Barat yang bersifat sekuler.
Sementara sistem pendidikan Islam modern berada pada taraf ambivalensi (saling bertentangan), sistem pendidikan “tradisional” seperti pesantren makin merasakan adanya kekurangan dalam program pendidikannya. Artinya, mereka merasakan adanya kekurangefektifan untuk melahirkan ahli-ahli ilmu Agama, sedangkan dibidang muamalah (ibadah dalam arti luas) yang mencakup penguasaan berbagai disiplin ilmu dan keterampilan seolah-olah merupakan kekhususan garapan sistem pendidikan sekular.[1]



B.       Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan sistem pendidikan Islam?
2.      Bagaimana sebab dan tujuan sistem pendidikan Islam ?
3.      Apa saja komponen (struktur) sistem pendidikan Islam?
C.      Tujuan Pembahasan
1.      Untuk mengetahui arti sistem pendidikan Islam.
2.      Untuk mengetahui tujuan sistem pendidikan Islam.
3.      Untuk mengetahui komponen (struktur) sistem pendidikan Islam.






















BAB II
PEMBAHASAN

A.      Sistem Pendidikan Islam
1.      Pengertian sistem
Sistem bukanlah “cara” atau “metode” seperti yang banyak dikatakan orang. Cara hanyalah bagian kecil dari sistem. Sistem berasal dari bahasa inggris “system” yang berarti susunan. Jadi sistem bisa diartikan sebagai susunan suatu cara atau pola yang berurutan atau saling berhubungan satu sama lain tentang suatu hal untuk mencapai tujuan tertentu.[2]
2.      Pengertian pendidikan
Secara etimologi berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu “paedagogie” yang berarti pendidikan. Pendidikan dalam UU No. 20 Th. 2003 tentang SISDIKNAS bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[3]
3.      Pengertian Islam
Islam adalah agama Allah yang diturunkan pada Nabi Muhammad SAW kepada umatnya.
Jadi, Sistem Pendidikan Islam adalah sustu cara dalam pemberian ilmu atau pembelajaran kepada murid-murid tentang ilmu-ilmu Islam. Lebih tegas lagi bahwa dalam sistem pendidikan Islam hanya membahas tentang tata cara pengajaran yang diajarkan oleh Islam. Dari cara yang klasik hingga cara yang modern.


4.      Sistem pendidikan Islam gaya baru
Sistem pendidikan Islam hendaknya memadukan pendekatan normatif deduktif yang bersumber pada sistem nilai yang mutlak, yaitu Al-Qur’an, As-Sunnah, dan hukum Allah yang terdapat dalam alam semesta dengan pendekatan deskriptif-induktif yang dapat melestarikan aspirasi umat dan peningkatan budaya bangsa sesuai dengan cita-cita kemerdekaan dengan perumusan program pendidikan yang didasarkan pada konsep variabilitas. Yang dimaksud dengan proses variabilitas adalah suatu proses perumusan tujuan dan penyusunan kurikulum atau silabus yang didasarkan pada kepentingan lulusan yang bervariasi.
Penggunaan metode kerja dengan pendekatan ini mengandung arti memperbaiki bahkan mengganti metode kerja lama yang umumnya menggunakan hipotesis defisit, yaitu suatu anggapan adanya kekurangan jika diukur oleh budaya lain tertentu, sehingga perbaikan sebuah kurikulum umpamanya, baik penambahan mata pelajaran, susunan, penahapan, dan bobotnya terlepas dari tujuan institusionalnya.
Hal seperti itu dapat ditelusuri dengan adanya perkembangan sistem pendidikan islam yang lembaga pendidikannya berbentuk pesantren dan berorientasi pada tujuan institusional. Tujuan yang dimaksud antara lain, terciptanya ahli ilmu agama, menjadi madrasah yang orientasinya bergeser pada penguasaan ilmu-ilmu umum sebagai tujuan sekundernya atau tujuan minornya, kemudian berkembang lagi menjadi sekolah Islam yang tujuan institusional primernya atau tujuan mayornya adalah penguasaan ilmu-ilmu umum sedangkan ilmu-ilmu agama menjadi tujuan sekundernya.[4]

B.       Sebab diperbaruinya sistem pendidikan Islam
Sistem pendidikan Islam mengalami perubahan sejalan dengan perubahan zaman dan pergeseran kekuasaan di Indonesia. Kejayaan Islam yang mengalami kemunduran sejak jatuhnya Andalusia kini mulai bangkit kembali dengan munculnya gerakan pembaruan Islam. Sejalan dengan itu pemerintah jajahan belanda mulai mengandalkan sistem pendidikan formal yang lebih sistematis dan teratur. Yang mulai menarik kaum muslimin untuk memasukinya. Oleh karena itu, sistem pandidikan Islam di masjid-masjid, mushola atau tempat semacamnya, dipandang tidak lagi memadai dan perlu diperbarui dan disempurnakan. Jadi, keinginan untuk membenahi, memperbaharui, dan menyempurnakan sistem pendidikan Islam disebabkan oleh duahal, sebagai berikut :
1.        Semakin banyaknya kaum muslimin yang bisa menunaikan ibadah haji ke Mekkah dan belajar agama di sana, maka setelah pulang kembali ke tanah air timbullah keinginan untuk mempraktekkan cara-cara penyelenggaraan pendidikan pengajaran Islam seperti di Mekkah, yang pada waktu itu Islam mulai bangkit kembali.
2.        Pengaruh sistem pendidikan Barat yang mempunyai program lebih terkoordinir dan sistematis yang ternyata telah berhasil mencetak manusia terampil dan terdidik yang semakin jauh dari ajaran Islam.
Dengan membawa pemikiran-pemikiran baru, Islam ke Indonesia dan usaha mengejar ketinggalan di bidang pendidikan dan pengajaran, maka orientasi pendidikan dan pengajaran agama Islam di Indonesia mengalami perubahan. Apabila semula tujuan pokok dari pendidikan Islam adalah agar anak-anak dapat membaca Al-Qur’an dan mengetahui pokok-pokok ajaran Islam yang perlu dilaksanakan sehari-hari seperti shalat, puasa, zakat, dan lain-lain, maka dengan pikiran baru ini disamping materi-materi pokok tersebut diatas juga dipentingkan pemberian alat untuk mempelajari agama Islam dari sumbernya yaitu Al-Qur’an dan Hadits.
Ilmu alat yang dimaksud adalah bahasa Arab. Dengan menguasai bahasa arab, orang akan dapat menggali ajaran-ajaran Islam dari sumbernya sehingga dapat mengembangkan agama Islam dengan cara yang lebih baik.[5]

C.      Komponen (Struktur) Sistem Pendidikan Islam
1.      Dasar pendidikan islam
Dalam pelaksanaannya, dasar pendidikan Islam di Indonesia adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah (hukum tertulis), hukum yang tidak tertulis, serta hasil pemikiran manusia tentang hukum-hukum tersebut antara lain seperti Pancasila, Undang-Undang Dasar ’45, serta ketentuan pelaksanaannya.
2.      Tujuan Pendidikan Islam
Program pendidikan Islam berkembang terus sebagaimana dilambangkan oleh perkembangan lembaga pesantren, muncul madrasah, kemudian muncul lagi sekolah Islam, bahkan muncul perguruan tinggi Islam. Pada pesantren, madrasah dan sekolah Islam, ajaran Islam tetap secara prinsip dipertahankan, meskipun dalam beberapa hal, antara lain, bobot jam pelajarannya sebagian mesti diserahkan pada mata pelajaran ilmu umum atau keterampilan.
Dengan kata lain, pendidikan Islam harus berorientasi ke masa yang akan datang (futuristik) karena sesungguhnya “anak didik” masa kini adalah “bangsa” yang akan datang. Bandingkan dengan hadits yang berbunyi: “Didiklah anak-anak kamu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zaman mereka sendiri.
Dengan demikian, usaha pendidikan Islam diperuntukkan dalam hal:
a.       Pembinaan ketakwaan dan akhlakul karimah yang dijabarkan dalam pembinaan kompetensi enam rukun iman dan lima rukun Islam dan multi aspek keihsanan.
b.      Mempertinggi kecerdasan dan kemampuan anak didik.
c.       Memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi beserta manfaat dan aplikasinya.
d.      Meningkatkan kualitas hidup.[6]
e.       Memelihara, mengembangkan, dan meningkatkan kebudayaan dan lingkungan.
f.       Memperluas pandangan hidup sebagai manusia yang komunikatif terhadap keluarganya, masyarakatnya, bangsanya, sesama manusia, dan makhluk lainnya.
3.      Fungsi Pendidikan Islam
Umat Islam, khususnya uamt Islam di Indonesia, pada saat ini berada dalam konteks masyarakat yang merdeka dan dikatakan tengah berada dalam konteks masyarakat yang sedang membangun, baik pembangunan manusia dengan segala aspek psikologisnya maupun pembangunan fisik yang menyangkut sarana kehidupan bernegara, ekonomi, pertahanan, pendidikan dan sarana kehidupan lainnya. Aspek psikologis manusia itu meliputi aspek keimanan, rasa tanggung jawab, sikap musyawarah dan sikap kebersamaan antar manusia, serta keahlian dan keterampilan kualitatif yang dapat direntangkan mulai dari tugas-tugas kepemimpinan, perencanaan, dan pelaksanaan. Dengan kata lain, pendidikan Islam di indonesia hendaknya mempertegas programnya dengan :
a.       Pendekatan nilai-nilai universal atau pendekatan makro, yaitu suatu program yang dijabarkan dalam kurikulum yang dapat melaksanakan proses internalisasi nilai pada anak didik yang menyadarkannya bahwa dia berada dalam kaitan dan tanggung jawab sebagai hamba Allah SWT yang harus berbakti kepada-NYA dan melaksanakan perintah-NYA serta sebagai hamba Allah yang mempunyai kewajiban terhadap sesama manusia dan makhluk lainnya.
b.      Pendekatan meso, yaitu suatu program pendidikan yang memiliki kurikulum yang memberikan informasi dan kompetensi kepada anak didik dalam membina umatnya dan bangsanya serta mampu membina rasa tanggung jawab terhadap negara dan lingkungannya.
c.       Pendekatan ekso, yaitu suatu program pendidikan yang memberikan kebijaksanaan kepada anak didik untuk membudayakan nilai-nilai kebenaran agama Islam, baik melalui kemampuan analisis mengenai sifat, peranan, akibat tentang berbagai kemungkinan.
d.      Pendekatan mikro, yaitu suatu program pendidikan yang membina kemampuan, kecakapan, dan keterampilan seseorang sebagai profesional yang mampu mengamalkan ilmu, teori, dan informasi yang diperoleh dalam kehidupannya sehari-hari. Selain itu, juga untuk memecahkan masalah yang dihadapi sebagai langkah nyata untuk meningkatkan kualitas hidup, status, dan peranannya sebagaimana biasanya tergambar dalam tujuan instruksional, khusus suatu silabus.
4.      Kelembagaan Pendidikan Islam
Perkembangan kelembagaan pendidikan Islam sebagaimana digambarkan secara umum pada bagian terdahulu dari tulisan ini secara tersembunyi menggambarkan adanya pergerseran tujuan pendidikan masyarakat yang pragmatis dan memaksa pelaksanaan, kalau tidak perumusan pendidikan yang bersifat meritokratis.
Lembaga pendidikan Islam ditata kembali sehingga program pendidikannya berorientasi pada pencapaian dan peguasaan kompetisi tertentu, baik yang berhenti maupun yang bersambung. Oleh karena itu, lembaga tersebut hendaknya mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
a.       Multiprogram dan multistrata dan berorientasi pada tujuan perspektif dan kebutuhan deskriptif.
b.      Setiap program disusun dengan menggunakan prinsip pemaduan kompetensi kognitif, efektif, dan “akhlak” (keterikatan kepada perintah Allah dan keikhlasan karena Allah).
c.       Diversifikasi program ditata sesuai dengan kebutuhan nyata didalam masyarakat yang berorientasi pada penampilan perilaku anak didik yang mempunyai rasa tanggung jawab kepada :
1.      Allah penciptanya
2.      Dirinya sebagai hamba Allah sehingga mampu mengembangkan potensinya sampai ketingkat yang tertinggi (fi ahsani taqwim).
3.      Keluarga dan masyarakatnya karena pembinaan lingkingan dimulai dari pembinaan setiap individu anggota lingkungan tersebut sebagaimana halnya pembinaan bangsa dimulai dari setiap warga negara yang merupakan parameternya.
d.      Memiliki strata pendidikan keterampilan kejuruan pada tingkat menengah dan strata untuk program sertifikat atau akta pada tingkat tinggi sebagai pembiasan dari jalur kajuruan atau spesialisasi.
Dengan kesatuan penyelenggaraan yang menggunakan multiprogram dan multistrata ini sudah dapat diperkirakan akan tercapainya lulusan pendidikan yang terarah secara kualitatif sehingga memenuhi kriteria keberhasilan, seperti relevansi (kesesuaian), konsistensi (tangguh dan kukuh), efisiensi (hemat cermat), efektif (mencapai sasaran).
5.      Komponen (Stuktur) Pendidikan Islam
Dengan dasar-dasar pemikiran kelembagaan seperti terurai di atas, institusi pendidikan Islam akan sanggup memenuhi kebutuhan masyarakat dan InsyaAllah, akan dapat mengatasi ambivalensi (persimpangan) yang disebabkan perbedaan kepentingan dan tujuan pendidikan yang terjadi antara kepentingan yang bersifat material terbatas dengan tujuan komprehensif yang dilandaskan pada keimanan, keislaman, dan mencakup perilaku muamalah di dunia yang bersifat mental-spiritual dan fisik-material, baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif.
Struktur pendidikan Islam terdiri atas strata dan program keterampilan satu sertifikat di samping program ijazah yang biasa. Dengan demikian :
a.       Pada tingkat atau jenjang dasar atau tingkat awal. Pada tingkat awal proses pembelajaran dilakukan di surau, langgar, masjid, muapun pondok pesantren. Jenjang dasar (termasuk Taman Kanak-kanak) sampai jenjang menengah sifat pendidikan masih satu jalur meskipun mempunyai dua arah atau tujuan.
b.      Pada tingkat menengah atau tingkat Tsanawiyah, program pendidikan diorientasikan pada pembinaan manusia muslim dan manusia yang kaya akan informasi. Pembelajaran dilakukan di masjid maupun sekolah dengan menggunakan kitab.
c.       Pada tingkat atau jenjang atas (Aliyah), program pendidikan sudah bersifat multiprogram dan tujuan, yaitu program ijazah dan program keterampilan khusus.
d.      Pada tingkat tinggi, program pendidikan ditujukan untuk mengisi tenaga ahli suatu bidang studi yang menjadi pilihan mahasiswa atau santri. Struktur pendidikan terdiri atas strata dan program yang menggambarkan program keahlian (teori), program guru, dan program akta mengajar sebagaimana terjabar dibawah ini :
1.      Program Pendidikan keahlian terdiri atas jenjang :
-        S1 (Sarjana)
-        S2 (Pascasarjana)
-        S3 (Doktor)
2.      Program Pendidikan Guru :
-        D1 (Sertifikat)
-        D2 (Diploma)
-        S1 (Sarjana)
3.      Program Akta Mengajar
-        Akta I adalah guru muda untuk tingkat menengah.
-        Akta II adalah guru muda untuk tingkat atas.
-        Akta III adalah guru untuk tingkat atas.
-        Akta IV adalah dosen untuk tingkat tinggi.
Jalur pendidikan pada dasarnya dikelola dengan satu jalur utama, yaitu S1. Jalur tersebut kemudian membias ke jalur D dengan tambahan mata pelajaran tertentu terutama mata kuliah kejuruan (MK). Perpindahan jalur itu dapat dilakukan atas keinginan sendiri atau karena tidak memenuhi syarat akademis untuk tetap berada pada jalur S1 (jenjang yang lebih tinggi).
Dari semua pernyataan diatas, kita dapat mengetahui bahwa usaha penataan kembali sistem pendidikan Islam ini didasarkan pada adanya kenyataan bahwa lembaga ini masih harus menampung input, baik disebabkan oleh kenyataan adanya masyarakat Islam meupun oleh kenyataan bahwa lembaga-lembaga pendidikan yang ada tidak dapat memberi tempat kepada seluruh anak didik yang memerlukan.
Selanjutnya, adalah menjadi kenyataan bahwa ahli-ahli agama Islam semakin hari semakin dirasakan sangat sedikit jumlahnya dibandingkan dengan rasio jumlah umat Islam di Indonesia. Sementara semakin terasa juga kenyataan bahwa pembentukan manusia muslim membutuhkan usaha berlipat ganda karena pertambahan jumlah penduduk maupun karena semakin derasnya usaha yang tidak sejalan atau bahkan bertentagan dengan usaha peningkatan keimanan dan keislaman.
Akhirnya disadari bahwa sistem pendidikan Islam, disamping memiliki kelebihan yang harus dipertahankan, juga banyak hal-hal yang harus diperbaiki, baik karena adanya tuntutan masyarakat Islam dan perkembangan budaya bangsa maupun untuk kepentingan relevansi, konsistensi, efisiensi, dan efektifitas pengelolaan pendidikan demi tercapainya tujuan dan cita-cita kemerdekaan.[7]

D.      Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Perbedaan Sistem Pendidikan Islam
Dikatakan demikian, karena adanya dua kubu dikalangan cerdik pandai. Kubu pertama menerima gagasan barat, karena dipandang penting bagi kemajuan umat Islam. Sementara kubu kedua hanya mau merespon konsep-konsep spiritual saja. Kedua kubu ini mempunyai alur yang sangat berjauhan. Pertama disebut sistem pendidikan tradisional. Sistem ini cenderung melahirkan golongan muslim tradisional. Kedua disebut sistem pendidikan sekuler yang cenderung melahirkan golongan muslim modern kebarat-baratan. Tentu saja bila hal ini dibiarkan tidak akan mampu mendukung tata kehidupan umat yang mampu melahirkan peradaban Islam. Secara umum perbedaan sistem pendidikan di dunia muslim disebabkan oleh beberapa faktor :
1.      Stagnasi Pemikiran Islam.
2.      Penjajahan Barat atas Dunia Muslim.
3.      Modernisasi atas Dunia Muslim.
Dampak Negatif dari Perbedaan Sistem Pendidikan Islam :
1.      Munculnya ambivalensi orientasi pendidikan Islam.
2.      Kesenjangan antara sistem pendidikan Islam dan ajaran Islam.
3.      Disintegrasi sistem pendidikan Islam
4.      Inferioritas para pengasuh lembaga pendidikan Islam.[8]











BAB III
PENUTUP

A.      Simpulan
Pendidikan yang integral harus melibatkan 3 unsur pelaksana :
1.      Keluarga
2.      Lingkungan sekolah
3.      Masyarakat
Buruknya pendidikan anak dirumah memberi beban berat kepada lingkungan sekolah dan menambah keruwetan persoalan di tengah masyarakat. Sementara situasi masyarakat yang buruk jelas membuat nilai-nilai yang mungkin sudah berhasil ditanamkan ditengah keluarga dan lingkungan sekolah menjadi kurang optimal. Apabila pendidikan yang diterima di sekolah juga kurang bagus, maka lengkaplah kehancuran dari 3 unsur tersebut.
Pendidikan tersebut dalam pandangan sistem pendidikan Islam, semua unsur pelaksana pendidikan harus memberi pengaruh positif terhadap anak didik sedemikian sehingga arah dari tujuan pendidikan didukung dan dicapai secara bersama-sama.

B.       Saran dan Harapan
Saya menyadari bahwa makalah yang saya buat memang jauh dari sempurna, apabila ada kata atau kalimat yang kurang jelas kami mohon maaf. Semoga makalah ini dapat berguna bagi kita khususnya dan mahasiswa UNISNU Jepara pada umumnya. Amiin.





DAFTAR PUSTAKA

Amir Faesal, Jusuf.  1995, Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta: Gema Insani Press.
Sanjaya, Wina.  2008, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, Bandung: Kencana Prenada Media Group.
Seluruh Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2001, Paradigma Pendidikan Islam, Semarang: Pustaka Pelajar.
UU No. 20 Tahun 2003.



[1] Prof. DR. Jusuf Amir Faesal, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta:Gema Insani Press,1995) hlm. 115.
[2] Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, M.Pd., Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Bandung:Kencana Prenada Media Group,2008). Hlm. 1-2.
[3] UU No. 20 Tahun 2003
[4] Op-Cit, Jusuf Amir Faisal. Hlm.116-117.
[5] Op-Cit, Jusuf Amir Faisal. Hlm.118-119.
[6] Op-Cit, Jusuf Amir Faisal. Hlm.120-121.
[7] Op-Cit, Jusuf Amir Faisal. Hlm.121-130.
[8] Seluruh Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, Paradigma Pendidikan Islam, (Semarang:Pustaka Pelajar,2001). Hlm.81-88.

0 komentar:

Posting Komentar

About

Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Foto Saya
Saya hanyalah orang biasa yang belum banyak memiliki pengalaman. Saya Tidak Lebih Baik dari Anda.

Search